Tradisi-Tradisi Acara Sekaten


Gunungan yang di buat dari berbagai hasil pertanian ,seperti kacang panjang, lombok,dll.

Ngayogyokarto Hadinigrat, Majalahburungpas.com, Kalo menilik sejarah, tradisi ini diawali oleh Sunan Kalijaga yang menggunakan gamelan ini sebagai media dakwah. Untuk menarik perhatian masyarakat, Sunan Kalijaga memainkan gamelan ini dan ketika warga sudah berkumpul, Sunan Kalijaga memberikan pengajian.

Selama Sekaten berlangsung, memang di Masjid Gede setiap hari diadakan pengajian di sela-sela tabuhan gamelan. Di sekitar halaman masjid banyak dijumpai para penjual kinang, telor merah, pecut, dan nasi gurih. Ada tradisi unik yang mendasari kenapa banyaknya penjual benda-benda ini.

Malam menjelang  Grebeg sekitar pukul 23.00, gamelan kraton dikeluarkan dari tempat penyimpanannya, di Bangsal Sri Manganti lalu disinggahkan di Bangsal Ponconiti yang kemudian dengan pengawalan para prajurit kraton, dibawa ke halaman Masjid Agung.

Gamelan Kyai Guntur Madu diletakkan di Pagongan Lor (utara) sedangkan Kyai Naga Wilaga diletakkan di Pagongan Kidul (selatan) halaman Masjid Agung. Prosesi ini disebut dengan upacara Mios Gangsa.

Selama sepekan, gamelan ini dibunyikan setiap hari, kecuali pada hari Kamis malam dan hari Jumat. Karena prosesi Mios Gangsa pada Sekaten tahun ini jatuh pada hari Kamis, maka gamelan ini ndak dibunyikan hari itu.

Gending-gending yang dimainkan memiliki nuansa magis yang kental. Menggunakan laras pelog namun berbeda dengan pelog biasa, gamelan ini dibunyikan dengan cara yang berbeda.

Seperangkat gamelan ini hanya terdiri atas bonang, saron, dan gong. Ndak seperti seperangkat gamelan lengkap lainnya.  Selama Sekaten berlangsung, memang di Masjid Gede setiap hari diadakan pengajian di sela-sela tabuhan gamelan.Di sekitar halaman masjid banyak dijumpai para penjual kinang, telor merah, pecut, dan nasi gurih. Ada tradisi unik yang mendasari kenapa banyaknya penjual benda-benda ini.

 

Masyarakat percaya jika kita mendengar gamelan ini ditabuh, kemudian kita nginang (mengunyah daun sirih, gambir, tembakau, dan kapur) maka dipercaya kita akan awet muda dan mendapat berkah. Ada kepercayaan kalo setelah nginang bibir dan gigi kita tidak berwarna merah, berarti kita sering bohong.  Selain tradisi nginang, ada tradisi membeli dan makan sega gurih (nasi gurih alias nasi uduk).

Tradisi ini adalah simbol bahwa kita mensyukuri apa-apa yang sudah kita dapatkan. Dengan makan nasi yang sudah diberi bumbu, diharapkan kehidupan kita akan semakin nikmat, seperti rasa nasi yang kita makan.

Ada pula tradisi membeli endog abang alias telur merah. Telur ini adalah telur rebus biasa yang kulitnya diberi warna merah. Telur ini kemudian ditusuk dengan menggunakan tusuk sate yang kemudian dihias.

Kalo di Solo, namanya endog amal, yaitu telor asin. Endog amal maksudnya agar kita menjadi orang yang suka beramal.Telur adalah cikal bakal kehidupan. Sedangkan warna merah artinya keberuntungan, rejeki, berkah, dan keberanian.

Jadi diharapkan dengan memakan telur ini, kita bisa kembali lahir menjadi seseorang yang berjiwa bersih, pemberani, dan penuh keberkahan. Sedangkan tusuk sate melambangkan bahwa kita semua memiliki poros kehidupan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Pecut juga banyak dijual di tempat ini. Pecut adalah alat yang digunakan untuk menggiring ternak agar berjalan pada jalan yang benar. Nah, makna membeli pecut di tempat ini adalah diharapkan kita bisa menggiring nafsu kita supaya berjalan ke jalan yang benar.

Sebelum upacara pengembalian gamelan ini ke Bangsal Sri Manganti dilaksanakan, di dalam serambi Masjid Agung diadakan acara pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Jawa. Pembacaan riwayat ini dihadiri oleh Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwana X beserta keluarga dan abdi dalem.

Sekitar pukul 22.30, pembacaan riwayat Nabi selesai. Para pasukan bersiap, dan Ngarso Dalem pun berjalan keluar masjid untuk kembali ke kraton dengan diiringi para prajurit Wirabraja, yang sering disebut dengan pasukan lombok abang karena seragamnya mirip lombok ini, sebagai cucuk lampah.

Setelah Ngarsa Dalem kembali, gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Naga Wilaga pun kemudian diangkat dan kemudian dikembalikan. Prosesi pengembalian ini disebut dengan Kondur Gangsa.

Dan tadi pagi, puncak perayaan Maulid Nabi telah berlangsung, yaitu Grebeg Sekaten, yang dilakukan di halaman Masjid Agung juga. “patma

Sharing Berita

Berita Terkait


Tidak Ada Komentar


Tinggalkan Komentar


*) Wajib Diisi